GURU
                         ( SEJARAH DAN KERIKIL TAJAM DI JALAN PENGABDIAN )


( Tulisan memperingati Hari Guru 25 November 2016 )
Oleh : Muhammad Taufik, S.Pd
 ( Guru dan Alumni Jurusan Pendidikan Sejarah Universitas Negeri Makassar )
No. Hp : 085-299-746-435

Seberapa muliakah pekerjaan seorang guru ? Dalam ranah aturan agama guru merupakan pekerjaan mulia asalkan diiringi niat ikhlas untuk memperbaiki sikap, perilaku, watak, pola pikir, peserta didiknya. Bahkan ajaran salah satu agama, diyakini bahwa pekerjaan guru akan diganjar dengan kehidupan mulia di alam akhirat.
Ditinjau dari sudut historis, guru merupakan orang yang senantiasa memberikan ilmu kepada orang lain dengan tujuan agar orang yang menerima ilmu tersebut dapat berguna di masyarakatnya. Hal ini dilatar belakangi oleh kenyataan bahwasanya sejak zaman dahulu terdapat peraturan atau norma yang hidup di masyarakat, disinilah pentingnya setiap orang dibekali ilmu pengetahuan mengenai norma tersebut agar berperilaku sesuai aturan yang ada.
Peranan guru di masyarakat pada masa lampau mulai kelihatan sejak nusantara memasuki fase sejarah ( Hindu-Budha) dimana guru agama (Kaum Brahmana) menempati posisi penting di kerajaan dan juga dalam sistem kasta Agama Hindu. Kaum Brahmana ini menjadi penasehat raja-raja dan pegawai kerajaan serta ditempatkan di kasta tertinggi yaitu Kasta Brahmana. Selain menjadi penasehat raja dan orang-orang dikalangan istana, kelompok ini juga sering terjun langsung ke masyarakat bawah untuk menyampaikan pesan atau isi kitab suci. Pada masa Islampun peranan guru agama ini mirip dengan masa sebelumnya, guru agama (ulama) tetap menjadi penasehat raja dan kalangan istana serta sangat berperan dalam kehidupan sosial di masyarakat terlebih lagi dalam acara keagamaan, yang berbeda hanya isi pengajaran yang disampaikan yaitu karena masa Islam, maka yang disampaikan adalah isi kitab suci Agama Islam itu sendiri.
Perhatian terhadap pentingnya keberadaan guru mulai muncul di zaman Pemerintah Hindia Belanda dengan didirikannya Kweekschool pada tahun 1852 sebagai implementasi Politik Etis pemerintah berbarengan dengan implementasi unsur Politik Etis lainnya yaitu Transmigrasi dan Irigasi. Lulusan Kweekschool tentunya diharapkan dapat membantu pemerintah Hindia Belanda dalam meningkatkan pendidikan di tanah jajahan.

Masa awal kemerdekaan menurut Mochtar Buchori ( 2006:50 ) pemerintah telah memberikan perhatian pada bidang pendidikan, Salah satu unsur pendidikan yang mulai ditangani secara serius yaitu sistem pendidikan guru dengan mendirikan sekolah untuk mendidik calon-calon guru SD yakni Sekolah Guru C ( SGC ), Sekolah Guru B ( SGB ) dan Sekolah Guru A ( SGA ) Mochtar Buchori ( 2006:50 ). Pada perkembangan selanjutnya sistem pendidikan guru terus mengalami kemajuan dibuktikan dengan pendirian SPG ( Sekolah Pendidikan Guru ) dan selanjutnya PGSLP / PGSLA, setiap pendirian Lembaga Baru untuk pendidikan guru tersebut tentunya juga disertai pembaruan sistem, metode, dan materi pengajarannya.
Dengan memperhatikan sejarah keberadaan guru tersebut kita bisa mengambil kesimpulan bahwasanya guru merupakan profesi yang sangat penting dalam kehidupan sehingga dengan sendirinya masyarakat awam memandang status guru sebagai status yang tinggi. Namun pandangan itu hanya berlaku pada zaman dulu saja, ditengah perjalanan pengabdiannya cukup banyak kebijakan yang dapat mengembangkan kemampuan guru, tetapi juga tidak sedikit yang malah mengekang kebebasan guru dalam menjalankan tugasnya.
Dimulai oleh Bapak Bambang Sudibyo sebagai Menteri Pendidikan dengan program “Pengakuan“ bahwa guru merupakan salah satu profesi yang berimplikasi pada perbaikan kesejahteraan guru, kemudian program sertifikasi guru dan dosen ( dengan berlakunya Undang-Undang Guru dan Dosen ), perubahan kurikulum, dan lain sebagainya.
Berlakunya Undang-Undang Perlindungan Anak merupakan Produk Pemerintah yang dirasa mengekang kebebasan guru dalam menjalankan tugasnya karena selalu diliputi rasa was-was, Undang-Undang ini lahir sebenarnya bukanlah atas kekhawatiran akan banyaknya tindak kekerasan pada anak di sekolah tetapi dilatar belakangi oleh kekerasan yang muncul di lingkungan umum, tetapi pada kenyataannya kekerasan yang viral di media sosial, media massa, dan media elektronik ( yang berhubungan dengan UUPA ini ) justeru terjadi di sekolah. Insiden pemukulan guru oleh orang tua siswa bersama anaknya juga merupakan contoh nyata adanya perubahan pandangan tentang penghargaan pada guru serta Undang-Undang Perlindungan Anak yang seakan dijadikan “Jimat” pelindung dan penambah kekuatan untuk berbuat kekerasan pada guru.
Yang dibutuhkan guru sekarang adalah adanya suasan yang tenang dalam menjalankan tugas serta adanya waktu yang cukup untuk meningkatkan bobot materi yang menjadi bahan ajar, bahan pelatihan, bahkan bahan untuk membina siswa-siswanya. Pada kenyataannya, masih banyaknya tugas-tugas tambahan guru yang sebenarnya di luar tugas utamanya yang secara otomatis akan sedikit menghambat pencapaian kemampuan yang tinggi guru dalam memberikan materi ajar, materi latihan, maupun materi pembinaan pada peserta didiknya. 


Komentar